Petahana Kembali Maju, Pilkada Serentak 2017 di Jabar Rawan Politik Uang
Oleh: Redaksi
Jurnalbandung.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat mensinyalir masih kuatnya potensi praktik politik uang (money politik) di tiga kabupaten/kota di Jawa Barat yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017 mendatang, khususnya money politic yang bersumber dari dana APBD.
Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Jabar Yusuf Kurnia menuturkan, sinyalemen tersebut didasari pada peta politik di ketiga daerah penyelenggara pilkada serentak, yakni Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, dan Kabupaten Tasikmalaya, dimana pasangan calon petahana (incumbent) kembali maju untuk mempertahankan kekuasaannya.
Meski demikian, untuk mengantisipasi hal tersebut, Bawaslu Jabar telah melakukan upaya pencegahan, di antaranya melalui sosialisasi pencegahan money politic kepada aktor-aktor potensial, mulai dari kalangan kepala desa, PNS, hingga organisasi kemasyarakatan.
“Dilihat dari tingkat kerawanannya, ketiga daerah tersebut sama-sama berpotensi terjadi pelanggaran, termasuk money politic. Bahkan, kami memposisikan tingkat kerawanan di tiga daerah itu sama rata,” ungkap Yusuf seusai Rapat Pembinaan Penanganan, Penindakan, Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa Pilkada Tahun 2017 di kantor Bawaslu Jabar, Jalan Turangga, Kota Bandung, Selasa (15/11) sore.
Lebih jauh Yusuf menjelaskan, praktik money politic tak dapat dilepaskan dari faktor sosial-ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Bahkan, salah satu indikasi kerawanan praktik haram tersebut dapat terjadi di daerah-daerah yang masih banyak memiliki kantung-kantung kemiskinan.
Bahkan, belakangan, bentuk money politic yang terjadi trennya mengacu pada karakteristik masyarakatnya masing-masing, misalnya melalui pemberian voucher pulsa di daerah yang masyarakatnya lebih melek teknologi atau pemberian alat ibadah, seperti sajadah, mukena, dan sebagainya di daerah yang masyarakatnya religius.
Yusuf melanjutkan, selain upaya sosialisasi, money politic akan diminimalisasi seiring keluarnya regulasi baru Pilkada Serentak 2017 dimana Bawaslu tingkat provinsi memiliki kewenangan mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan praktik money politic.
Adapun proses hukum terhadap pelanggaran tersebut akan mengacu pada Pasal 73 Undang-Undang (UU) Nomor 10/2016, Pasal 187 UU Nomor 10/2016, serta Pasal 135 UU Nomor 10/2016.
“Kami harapkan praktik tersebut tidak ditemukan dalam Pilkada Serentak 2017 mendatang. Karena upaya pencegahan telah kami lakukan, tapi kalau masih terjadi, kami tentu memiliki kewenangan untuk memproses atau mendiskualifikasi pelanggar sesuai regulasi baru,” tandasnya.
Masih di tempat yang sama, pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan mengatakan, untuk menekan praktik. money politic di tiga daerah di Jabar yang menggelar pilkada serentak, dirinya meminta Bawaslu Jabar bekerja maksimal untuk mencegah pelanggaran tersebut, agar proses pemilihan bisa berlangsung baik serta menghasilkan pemimpin terbaik.
“Sebaiknya memang dideteksi dari awal, daripada harus menggugurkan peserta. Tapi kalau masih ada (yang melanggar), apa boleh buat ya tegas saja diproses sesuai sanksi yang ditentukan,” ujar Asep.
Meski dalam proses pembuktiannya sangat sulit, namun menurut Asep, praktik money politic sebenarnya bisa dikenali secara kasat mata, salah satunya ketika pasangan calon memberikan sesuatu disertai ajakan untuk memilihnya.