Menpar Arief Yahya Minta ITB Kaji Konsep Wisata Halal
Oleh: Bayu Wicaksono

Jurnal Bandung – Kepariwisataan bisa menjadi sektor andalan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Wilayah yang luas serta keragaman budaya yang dimiliki menjadi potensi yang besar dalam mendatangkan devisa.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam penguasaan sektor pariwisata, setidaknya di kawasan regional. Hal ini harus menjadi perhatian khusus semua pihak agar mampu memenangkan persaingan.
“Pariwisata ini sama dengan ekspor. Di sini kita bisa bersaing. Agrikultur tidak mungkin ngalahin Thailand, manufaktur enggak mungkin ngalahin China. Tinggal pariwisata, ekonomi kreatif,” tutur Arief saat menghadiri Seminar Internasional Pariwisata Halal, di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Kamis (1/9).
Dalam acara yang juga dihadiri Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar, Arief menyebut, saat ini, nilai produk domestik bruto (PDB) dari sektor pariwisata Indonesia sebesar 85 miliar dolar Amerika atau menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
“2017 (kontribusi) pariwisata mengalahkan minyak dan gas,” katanya.
Arief menyebut, sektor pariwisata memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat. Bahkan, menurutnya, kontribusi dari aspek pariwisata ini 170%-nya akan dirasakan masyarakat.
Untuk lebih memenangkan persaingan, menurutnya, pariwisata halal harus lebih dikembangkan. Terlebih, sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia akan menjadi tujuan utama bagi turis muslim asing.
Namun, dia menilai, saat ini, pariwisata halal belum tergarap dengan baik. Kunjungan wisatawan muslim asing lebih banyak ke negara lain dibandingkan Indonesia.
“(Penduduk) Thailand bukan mayoritas muslim, tapi jumlah wisman muslimnya lebih banyak. Singapura, wisman muslim yang datang ke Singapura 3.5 juta, lebih besar dari Indonesia yang hanya 3 juta,” paparnya.
Menurutnya, kondisi tersebut tak lepas dari sikap pelaku pariwisata yang terlalu percaya diri, sehingga mengenyampingkan sertifikasi halal.
“Kita negara muslim terbesar, bahwa kita halal. Ketika kita merasa halal, kita merasa tidak perlu disertifikasi. Kedua, ketika kita merasa negara muslim terbesar, lalu serta merta merasa turis muslim akan datang ke Indonesia,” katanya.
Padahal, kata Arief, seluruh aspek terkait pariwisata harus disertifikasi halal. Oleh karena itu, dia meminta seluruh masyarakat, terutama pelaku usaha kepariwisataan menyesuaikan dengan standard yang diterapkan.
“Kita perlu menyertifikasi. Kita perlu memberikan pelayanan standard internasional,” katanya seraya menyebut bidang kuliner, busana, dan kosmetik harus menjadi yang terdepan dalam proses sertifikasi.
Dengan begitu, menurutnya, perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendorong tumbuhnya pariwisata halal.
“Saya menginginkan pendidikan SDM ini. Saya minta ITB menjadi pusat kajian wisata halal. Kan nanti ITB yang bertanggung jawab bersama mendidik SDM kita untuk wisata halal,” bebernya.
Jika hal ini sudah dipenuhi, Arief optimistis kunjungan wisatawan mancanegara akan semakin bertambah.
“Ini yang akan men-drive wisman ke kita,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengatakan, wisata halal sangat cocok dikembangkan. Salah satu faktor utama yang harus dikedepankan adalah sertifikasi halal pada makanan.
Di Jabar, kata Deddy, sudah terdapat daerah yang siap menjadi tujuan wisata halal. Salah satunya, sebut Deddy, adalah Kota Bandung.
Deddy pun menilai, perlu ada inovasi dalam mengembangkan wisata halal ini, seperti nilai-nilai Islam hingga seni dan tradisinya.
“Ini peluang besar, kita tinggal menggerakkan saja,” katanya.