Material Reklamasi Pantai Jakarta Diduga dari Jabar, Pemprov Perketat Izin Eksplorasi
Oleh: Bayu Wicaksana

Jurnal Bandung – Pemprov Jawa Barat akan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin pemanfaatan lingkungan, terlebih setelah adanya reklamasi pantai di DKI Jakarta.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, perizinan eksplorasi lingkungan seperti pertambangan, kewenangannya berada di tangan pemerintah provinsi.
Sehingga, meski tidak ada kaitannya secara langsung dengan reklamasi pantai di Jakarta, pihaknya tidak akan gegabah dalam mengeluarkan izin pertambangan.
“Tapi tentu, dari mana material diambil, itu urusan dengan kita. Kita tentu tidak akan mengizinkan eksploitasi material-material yang merusak lingkungan di Jabar,” tegas Heryawan kepada jurnalbandung.com di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (11/4).
Gubernur yang akrab disapa Aher itu menjelaskan, pihaknya tidak melarang eksplorasi alam di Jabar, asalkan tidak merusak lingkungan.
Namun, kata Heryawan, berdasarkan aturan tersebut, untuk memperoleh izin eksplorasi alam tidak semudah saat dikelola pemerintah kabupaten/kota.
“Galian C di kita sekarang tidak mau urusan perizinan saja, tapi masuk urusan tata ruang. Sekarang agak sedikit panjang, tapi cepat,” ucapnya.
Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Anang Sudharna mengatakan, rencana reklamasi pantai Jakarta akan berpengaruh ke Jabar, terutama menyangkut pemenuhan materialnya.
“Memperhitungkan dampak bukan hanya lokalan, tapi ke wilayah lain, ke Jabar, Lampung. Pasirnya dari mana, tanah urug, material lainnya. Dari mana? DKI (Jakarta) enggak punya apa-apa,” kata Anang di tempat yang sama.
Oleh karena itu, Anang mempertanyakan asal muasal material proyek tersebut. Menurut dia, pihaknya berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut, agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Terlebih, Anang memperoleh informasi bahwa pasir untuk reklamasi tersebut berasal dari pantai utara Indramayu.
“Kita tuntut, kita minta mereka dari mana mendatangkannya. Bagaimana dampaknya? (Contoh) ketika batu dari Bogor, bagaimana transportasinya? Dampaknya? Sekarang aja Bogor lebur, apalagi nanti,” imbuh Anang.
Anang menyontohkan, reklamasi yang dilakukan pada sekitar 300 hektare wilayah laut membutuhkan material yang tidak sedikit.
“250-300 hektare laut nantinya akan diurug sehingga menjadi darat. Kalau kedalaman laut yang akan diurug 10 meter, bisa hitung ada berapa meter kubik. Didatangkan ke sana melalui moda apa? kereta? Truk? Dampaknya bagaimana?” Bebernya.
Selain itu, Anang pun mempertanyakan apakah proyek tersebut sudah memiliki hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup. KLHS ini, tambah Anang, penting karena reklamasi tersebut berdampak terhadap ekosistem sekitar.
“Kita silakan saja (reklamasi). Cuma dampak lingkungan hidupnya ke Jabar harus dicegah. Kita enggak mau (Jabar) hancur lebur, mereka (DKI Jakarta) punya wilayah mewah,” pungkasnya.