Manis, Empuk, dan Nikmatnya Tetap Jadi Incaran Orang

Oleh: Ridwan Farid

Foto net
Foto net


Jurnal Bandung – Coba anda ingat-ingat lagi lirik lagu ini:

“Peuyeum Bandung kamashur
Pangaosna teu luhur
Ku sadaya kagaleuh
Sepuh jeung murangkalih”

Masih ingatkan lirik lagu itu? Itulah sebagian lirik lagu “Peuyeum Bandung” yang dipopulerkan penyanyi Sunda tersohor, Nining Meida.

Rasa-rasanya, makna lirik lagu itu tak berubah. Peuyeum (tape) Bandung hingga kini tetap mashur, tak lekang dimakan zaman.

Bahkan, di beberapa sudut Kota Bandung yang notabene banyak dikunjungi wisatawan, kerap ditemui penjual panganan yang terbuat dari singkong ini.

Eksistensi Peuyeum Bandung hingga kini pun masih terjaga. Tak kalah dengan Brownies Kukus atau Pisang Bolen yang sempat naik daun sebagai buah tangan dari Bandung.

Setidaknya, itulah yang dikatakan salah seorang penjual Peuyeum Bandung Toni dan isterinya Atun yang saban hari menanti penikmat Peuyeum Bandung di kawasan Stasiun Bandung, Jalan Kebon Kawung, Kota Bandung.

Warga Gang Rais, Kebon Kawung, Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung ini mengungkapkan, meskipun tergolong makanan tradisional, Peuyeum Bandung hingga kini tetap jadi incaran orang.

“Seseurna wisatawan, tapi teu sakedik oge warga Bandung nu ngagaleuh (Kebanyakan (yang membeli) wisatawan, tapi tidak sedikit pula warga Bandung),” ungkap Toni kepada Jurnal Bandung, Kamis (19/3).

Jika dirata-ratakan, lanjut Toni, setiap hari, dia dan isterinya mampu menjual sekitar 30 kilogram (kg) Peuyeum Bandung dengan harga Rp10.000 per kg.

Namun, tingginya permintaan konsumen ternyata tak sebanding dengan pasokan Peuyeum Bandung yang banyak diproduksi di pinggiran Bandung seperti di Cililin Kabupaten Bandung Barat dan Cimenyan Kabupaten Bandung.

Menurut Toni, pasokan Peuyeum Bandung kini berkurang. Biasanya, dia menerima tiga kali pasokan dalam satu pekan. Namun kini, hanya sekali dalam sepekan.

“Saur bandar mah, sampeuna ayeuna nuju sesah. Kebon sampeu seeur nu didamel perumahan. Sampeu ge ayeuna mah teu kanggo peuyeum wae, seeur didamel kiripik oge. (Kata bandar, singkong sudah sulit didapat. Kebun singkong banyak berubah menjadi perumahan. Singkong juga sekarang tidak hanya dibuat untuk Peuyeum Bandung, banyak dibuat untuk keripik juga,” papar Toni.

Tingginya peminat Peuyeum Bandung membuat Toni enggan beralih menjual panganan ataupun produk lain, meskipun pasokan Peuyeum Bandung kini sangat terbatas.

Toni pun berharap, Peuyeum Bandung akan tetap eksis sampai kapan pun. Tak tergerus banyaknya panganan khas lain yang juga kini banyak bermunculan Bandung atau hanya karena semakin sempitnya lahan kebun singkong akibat dampak pembangunan.

Harapan Toni itu tentu takkan jauh beda dengan harapan para penyuka Peuyem Bandung karena bagaimana pun, manis, empuk, dan nikmatnya Peuyeum Bandung sepertinya sudah menjadi salah satu ikon kuliner kota berjuluk Parijs van Java ini.

Tinggalkan Balasan