Gotrasawala 2016, Ajang Kolaborasi Seniman Asal Pantura dan Benua Afrika
Oleh: Redaksi

Jurnal Bandung – West Java Cultural & Performing Arts (WJCPA) Festival Gotrasawala kembali digelar tahun ini. Dan yang unik dari penyelenggaraan Gotrasawala kali keempat ini adalah kolaborasi para seniman pantura dengan seniman asal Afrika.
Ajang seni dan budaya ini resmi dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar di kawasan Taman Air Goa Sunyaragi, Jalan By Pass Brigjend Dharsono Kota Cirebon, Jumat (12/8) malam.
Dalam event yang dimulai 12-14 Agustus 2016 ini, berbagai kegiatan pun digelar, seperti seminar seni-budaya dan sastra, pameran kerajinan dan artefak, serta pertunjukan seni budaya.
Ajang ini pun merupakan bagian dari promosi seni budaya nusantara, pembangunan subsektor ekonomi kreatif, serta untuk memperkuat posisi Cirebon sebagai destinasi wisata unggulan di Jabar.
“Ini pun (Gotrasawala) ada hubungannya dengan kepariwisataan. Seperti kita tahu dengan adanya Cipali setiap weekend (di Cirebon) sudah macet. Nanti kalau sudah ada Bandara Internasional Kertajati di Majalengka mungkin makin penuh. Sudah mulai di Cirebon,” tutur Deddy Mizwar dalam sambutannya.
“Nah, saya kira dari sektor kepariwisataan Gotrasawala menjadi sesuatu yang menarik bagi wisatawan yang ada, sekaligus juga memunculkan jati diri, identitas diri, termasuk harga diri sebagai warga Jabar, khususnya Ciayumajakuning,” sambung Deddy.
Ada yang unik dan menarik dari gelaran Gotrasawala 2016 ini. Dalam sesi performing arts, ada kolaborasi antara para seniman pantura dengan musisi dari Afrika. Musisi maestro dari Afrika memainkan sebuah alat musik tradisional Afrika bernama kora yang dibawakan seniman asal Senegal Vieux Cissokho serta seorang penyanyi kelas dunia Maryama Kouyate.
“Kita lihat sudah datang tokoh-tokoh seniman dari mancanegara yang akan berkolaborasi dengan seniman-seniman pantura. Yang mungkin akan melahirkan karya-karya inovatif di bidang seni dan budaya itu sendiri. Yang dalam hal ini penekanan di tahun ini adalah dalam bidang musik,” terang Deddy.
“Tahun ini menggarisbawahi bagaimana kolaborasi dari Afrika dengan seniman-senimam dari pantura. Ini barangkali akan menciptakan sebuah jenis yang baru lagi. Kita dengar tadi antara drum dengan gendang itu nge-blend. Jadi instrumen seni tradisional kita jadi sebetulnya bisa nge-bland dengan seniman atau instrumen dunia, tinggal bagaimana kepiawaian sang seniman,” paparnya.
Deddy pun berharap, hasil-hasil kolaborasi ini nantinya bisa semakin memperkaya event-event pariwisata dalam negeri, sehingga menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Cirebon khususnya dan Jabar. Dengan begitu bisa berdampak pada pariwisata, menambah pendapatan daerah dan perekonomian masyarakat.
“Sekarang ini kita sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean. Dalam persaingan itulah di era persaingan ekonomi dan industri kreatif saat ini nilai seni dan budaya merupakan salah satu kekuatan kita dalam menghadapi persaingan global di Asean,” pungkasnya.
Sama halnya dengan gelaran Gotrasawala tahun sebelumnya, Gotrasawala kali ini pun menghadirkan seminar agung. Namun, yang berbeda tahun ini ada narasumber, yakni Novelis, Arkeolog, dan Sejarawan yang mengangkat topik mengenai kerajaan tertua di nusantara, yakni Kerajaan Tarumanagara serta menghadirkan 50 wakil raja dan sultan dari seluruh Nusantara.
Selain itu, ada juga Folk Festival yang menampilkan beragam penampilan seni-budaya masyarakat pesisir Jabar, yang dirangkaikan dengan kegiatan pasar murah bertajuk JakCloth.