Gedung Bersejarah ini Menyimpan Seribu Cerita
Jurnal Bandung – Bangunan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan no 5, kota Bandung, Jawa Barat ini menyimpan sejarah bagi bangsa Indonesia.
Gedung yang tidak jauh dari jantung kota Bandung ini sekarang bernama Gedung Indonesia Menggugat (GIM).
Awal mulanya, GIM merupakan rumah tinggal milik orang Belanda yang dibangun pada 1907, seiring dengan pendudukan kolonial Belanda, pada 1917 berubah menjadi pengadilan (Landraad) pemerintah kolonial Belanda.
Tepat pada 1930, Landraad menjadi tempat mengadili para pejuang kemerdekaan, yakni Soekarno (presiden pertama Indonesia), Maskoen, Gatot Mangkoepradja, Soepriadinata, Sastromolejono, dan Sartono.
Dalam sidangnya ini Soekarno malah balik mendakwa pemerintah Belanda atau dikenal dengan peristiwa ‘Indonesia Menggugat’ yang menggegerkan hingga ke Kerajaan Belanda di Eropa.
Setelah masa kemerdekaan tahun 1945, bangunan ini dipergunakan untuk kantor Palang Merah Indonesia (PMI) hingga 1950-an. Setelah itu, gedung ini beralih fungsi menjadi Gedung keuangan sampai dengan 1973.
Selain itu, gedung yang menjadi sejarah ini beralih fungsi kembali sebagai kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Barat pada tahun 1973-1999.
Pada tahun 2005, Gedung ini diberi nama Gedung Indonesia Menggugat oleh mantan Gubernur Jabar HC Mashudi (alm) setelah melakukan perbaikan fisik bangunan itu.
Pemberian nama itu untuk mengembalikan fungsi gedung ini sebagai Ex-Lanraad. Juni 2007, gedung ini resmi dipergunakan sebagai ruang publik, dan termasuk dalam bangunan cagar budaya kelas A yang harus dirawat keberadaannya.
Di gedung ini masih terdapat sarana pengadilan mulai dari kursi, dan pagarnya dengan cat berwarna cokelat kehitaman.
“Gedung ini banyak digunakan oleh kalangan masyarakat biasa sampai dengan pejabat, seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Arifin Panigoro, Budiono,
Prabowo, dan lainnya,” kata staf pengelola GIM Ephron Hery Hermawan, Rabu (20/8).
Menurut Ephron, GIM bisa dipergunakan untuk kegiatan apa saja yang berhubungan dengan semangat perjuangan Soekarno dan kepentingan publik.
“Tetapi jika untuk deklarasi partai politik dan hura-hura, kami tidakakan memberikan izin,” paparnya. (JB-02)