Dosen Fapet Unpad Ini Lakukan Riset agar Bakteri pada Biodigester Bekerja Optimal
Oleh: Redaksi
Jurnal Bandung – Sosok Doktor Fatah sudah dikenal luas, khususnya oleh kalangan yang berkecimpung dalam dunia lingkungan. Dialah pencipta biodigester, pengolah sampah sistem biologis dengan prinsip kedap udara (anaerob).
Sejak 2007 silam, sosok pria bernama lengkap Dr Muhamad Fatah Wiyatna, S.Pt.,M.Si itu mulai melakukan riset untuk menciptakan alat pengolah sampah ramah lingkungan.
Produknya yang dinamai BioMethaGreen (BMG) kini hadir sebagai alternatif alat pengolah sampah, khususnya sampah organik.
Bagian utama instalasi BMG terdiri dari alat-alat pencerna (digester), lubang masuk bahan baku, lubang pengeluaran sisa hasil pencernaan (slurry), dan pipa penyaluran biogas yang terbentuk.
Sementara produk akhir dari proses fermentasi yang menggunakan bantuan bakteri menghasilkan pupuk organik dan biogas. Selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga (memasak), biogas yang dihasilkan juga dapat dijadikan sumber energi pembangkit generator listrik.
Kini, setelah hampir sepuluh tahun, sudah tak terhitung berapa banyak biodigester yang diproduksinya. Kemampuan BMG mengolah sampah hingga nyaris tak bersisa dan menghasilkan buangan yang bermanfaat, bernilai ekonomis, serta ramah lingkungan membuat produk Doktor Fatah banyak dicari orang.
Biodigester yang diciptakan Doktor Fatah pun kini sudah tersebar hingga seluruh Nusantara, mulai instansi pemerintah, swasta, hingga perorangan telah menggunakan BMG. Bahkan, BMG pun sudah dipakai Pemkot Bandung untuk mengolah sebagian sampah organik yang dihasilkan warga Kota Bandung.
Ditemui di kediamannya di Perumahan Griya Taman Lestari Blok C1/5, Gudang Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Rabu (20/7), Doktor Fatah mengaku terus mengembangkan riset untuk mengembangkan biodigester ciptaannya. Hal itu dia lakukan agar kinerja biodigesternya lebih optimal.
Riset terbaru yang kini tengah dilakukannya adalah berupaya mengatur temperatur di dalam ruang anaerob agar cocok bagi tumbuh kembang bakteri pengurai sampah yang hidup di dalam bak penampungan.
“Sama halnya dengan manusia, bakteri pun memerlukan kondisi yang nyaman untuk hidup. Ketika sudah nyaman, maka bakteri itu akan rakus “memakan” sampah yang ada di bak penampungan. Kinerjanya pun jadi lebih maksimal,” jelas Doktor Fatah kepada jurnalbandung.com.
Doktor Fatah yang hingga kini aktif sebagai dosen di Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu menerangkan, sama halnya dengan manusia, bakteri pengurai sampah pun memerlukan temperatur yang cocok, yakni antara 35-37 derajat celcius.
Diakuinya, untuk mengatur temperatur di dalam ruang anaerob memang tidak mudah. Namun, dia optimistis risetnya akan segera membuahkan hasil sesuai yang diharapkan.
“Memang tidak mudah, tapi teorinya, hal itu memang bisa diwujudkan, makanya saya optimistis akan berhasil,” ujarnya yakin.
Dia menambahkan, meskipun produk biodigester serupa kini sudah banyak tersebar di pasaran, namun belum ada satu pun biodigester yang dilengkapi pengatur temperatur.