Dicoret dari DPT, Ribuan TKI Bisa Pidanakan KPU
Oleh: Redaksi

Jurnal Bandung – Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dinilai telah melakukan tindak pelanggaran pidana pemilihan umum (pemilu).
Hal itu menyusul dicoretnya puluhan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) dari daftar pemilih tetap (DPT) pilkada serentak, 9 Desember mendatang. Dengan kondisi tersebut, KPU pun terancam dilaporkan puluhan ribu TKI yang kehilangan hak pilihnya itu.
“Ini tindakan keliru dan dapat dikategorikan pidana pemilu. Hak pilih itu adalah hak dasar seorang warga negara yang diatur undang-undang,” tegas Ketua Bidang Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat di sela-sela Workshop Persiapan Pengawasan Pemilihan Bupati dan Wali Kota 2015, di Hotel BTC, Jalan Dr Djundjunan, Kota Bandung, Kamis (19/11).
Oleh karena itu, lanjut Wasikin, setiap TKI yang kehilangan hak pilihnya itu dapat melayangkan tuntutan pidana pemilu kepada KPU kabupaten/kota yang telah mencoret namanya dari DPT.
“Pencoretan ini sangat disesalkan. Mereka yang dicoret berhak melaporkan KPU atas tindakan pelanggaran pidana pemilu,” ujarnya.
Disebutkan Wasikin, TKI yang dihapus dari DPT jumlahnya mencapai puluhan ribu orang. Di Kabupaten Indramayu saja, sebut Wasikin, TKI yang dicoret mencapai 60.000 orang.
“Belum daerah lain yang jadi kantong TKI, seperti Cianjur, Sukabumi, dan Kabupaten Bandung. Di Indramayu, 60.000 itu yang legal. Kalau dengan yang ilegal bisa sampai 95.000 orang,” ungkapnya.
Wasikin menduga, tindakan yang dilakukan KPU tersebut sebagai upaya untuk menggenjot persentase tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada serentak. Dengan dicoretnya TKI dari DPT, kata Wasikin, KPU pun tak perlu lagi khawatir TKI tidak hadir di tempat pemungutan suara (TPS).
“Fenomena ini terjadi di hampir seluruh daerah yang menjadi kantung-kantung TKI,” sebutnya.
Bawaslu Jabar sendiri memberi rekomendasi agar KPU tetap memasukan TKI ke dalam DPT. Namun, Wasikin menegaskan, jika KPU ngotot mencoretnya, KPU wajib mengantongi surat keterangan pindah luar negeri (SKPLN) TKI yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat. Dengan begitu, secara otomatis, para TKI itu akan kehilangan hak pilihnya.
“KPU sepertinya gak mau repot,” ucapnya.
Senada dengan Wasikin, pengamat politik dari Unikom Bandung Adiyana Slamet menyesalkan pencoretan ribuan TKI dari DPT pilkada serentak tersebut.
“Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Keputusan KPUD untuk mencoret TKI dari daftar pemilih patut dipertanyakan,” ungkap Adiyana.
Dia menjelaskan, hak memilih dan dipilih adalah hak dasar warga negara Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
“Saya menilai, dalam proses penyusunan daftar pemilih terjadi kesalahan administratif yang dilakukan KPU,” katanya.
Meski TKI yang datang ke TPS tetap bisa memilih dengan cara membawa KTP, menurut Adiyana, jumlahnya tentu harus disesuaikan dengan ketersediaan surat suara.
“Kalau jumlahnya membludak, TKI dari luar negeri banyak yang datang untuk memilih, ini akan menjadi masalah baru,” tandasnya.