Bajigur Ma Uneh, Saat Dinikmati Terasa Sensasi Kota Bandung yang Sebenarnya
Oleh: Ridwan Farid

Jurnal Bandung – Kota Bandung dikenal dengan wisata kulinernya. Berbagai sajian kuliner ada di kota ini. Bahkan, setiap tahunnya, ada saja sajian kuliner baru hasil inovasi warganya.
Namun, dari sekian banyak sajian kuliner di Kota Bandung, ada warganya yang tetap setia mempertahankan sajian kuliner tradisional khas tanah Pasundan yakni bajigur.
Minuman ini menjadi sajian utama dengan pelengkap berbagai panganan seperti katimus, ubi rebus, pisang rebus, dan kacang rebus. Ada pula pisang goreng dan aneka gorengan sebagai pelengkap lainnya.
Sejak 1979 hingga kini, Ma Uneh berusaha tak mengubah rasa dan rupa sajian kuliner yang dibuatnya sendiri itu. Meskipun, bajigurnya kini harus bersaing dengan berbagai sajian kuliner modern lainnya.
Nenek berusia 55 tahun ini tetap setia melayani penggemar minuman berbahan dasar gula aren, santan, dan daun pandan ini.
Ditemani sang suami, Awidah, 59, Ma Uneh bercerita awal mula dia dan suaminya berjualan bajigur. Ma Uneh mengungkapkan, awalnya dia sempat berpindah-pindah tempat berjualan. Namun, sejak 2005 lalu, akhirnya menetap di lokasi kiosnya sekarang berada.
Meskipun sering berpindah-pindah tempat, namun para para pelanggan tak pernah meninggalkannya. Rahasianya ternyata hanya satu, Ma Uneh tetap berusaha menjaga rasa bajigurnya sejak dulu hingga sekarang.
Benar saja, saat Jurnal Bandung mencobanya, bajigur Ma Uneh memang terasa nikmat. Gula aren dan santannya begitu kental terasa, ditambah wangi daun pandan yang membuat Jurnal Bandung ingin terus menikmatinya. Terlebih, sore itu tengah turun hujan.
Belum selesai menikmati bajigur spesial ini, Ma Uneh kembali bercerita, atau tepatnya bisa dibilang sebuah pengakuan. Ma Uneh mengaku pernah suatu kali mengurangi takaran gula arennya dan sengaja menambahkan gula buatan.
Namun, apa yang dilakukannya itu ternyata langsung diketahui sang suami saat dicicipi. Ma Uneh pun langsung menerima teguran keras akibat perbuatannya itu.
“Hayang payu teu dagangan, mun hayang payu tong jiga kitu (mau laku tidak dagangan, kalau mau jangan seperti itu),” kenang Ma Uneh menceritakan teguran sang suami kepada Jurnal Bandung di kios sederhananya di jalan penghubung antara Jalan Suci dan Supratman atau tepat di seberang barat gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung, Sabtu (7/3).
Menurut Ma Uneh, dia tetap setia berjualan bajigur karena hingga kini penggemar bajigur tetap banyak. Selain itu, harganya pun terjangkau oleh semua kalangan. Terlebih, hawa dingin Kota Bandung membuat minuman ini sangat cocok untuk dinikmati.
Ma Uneh dan suami biasanya mulai berjualan sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Menikmati bajigur Ma Uneh dengan panganan pelengkapnya membuat penikmatnya merasakan nuansa Kota Bandung yang sebenarnya.