Aher Gelar Jamuan Minum Kopi dan Teh Kelas Dunia bagi Paralimpian Pencetak Rekor

Oleh: Redaksi 

Foto Istimewa
Foto Istimewa

Jurnal Bandung- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengundang seluruh paralimpian pemecah rekor dalam jamuan minum kopi dan teh di Media Center Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV di Hotel Ibis Bandung, Jumat (21/10) mulai pukul 16.00 WIB.

Menurut pria yang akrab disapa Aher itu, mengacu pada laporan Panitia Besar (PB) Peparnas maupun publikasi di media massa, event multicabang empat tahunan ini dinilai berjalan lancar.

Selain itu, pelaksanaannya juga sudah sesuai dengan visi dan arahannya agar slogan Peparnas “Melampaui Keterbatasan, Jadilah Juara” tercipta.

“Banyak kejadian luar biasa yang menyentuh hati, yang menunjukkan paralampian bisa melampaui keterbatasan mereka. Untuk itu, saya ingin menjamu para pahlawan olahraga ini dengan jamuan terbaik dari Jawa Barat, yakni kopi dan teh juara dunia,” tutur Aher di Bandung, Jumat (22/10).

Menurut Aher, beberapa waktu lalu, kopi asal Jabar mendominasi lelang kopi speciality dunia di Amerika Serikat, khususnya kopi asal Gunung Puntang, Kabupaten Bandung. Demikian pula dengan teh Tatar Pasundan yang sudah kesohor sejak lama.

Dengan mengundang paralimpian pencetak rekor, kata dia, Aher pun ingin membentuk kultur masyarakat agar menghargai produk sendiri serta membentuk budaya mata pencaharian. Menurutnya, pendekatan budaya dapat diterapkan di seluruh bidang pembangunan, termasuk pertanian.

“Di bidang pertanian dengan mengolah pertanian, mulai dari menanam, mengolah oleh masyarakat. Lalu dibeli dan dibudayakan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga semua memberikan nilai tambah,” jelasnya.

Dia mencontohkan, saat ini, komoditas teh dan kopi asal Jabar, masih banyak  yang dikirim ke luar negeri dalam bentuk mentah.

“Kalau teh atau kopi diekspor mentah-mentah ke luar negeri, maka jam kerjanya jadi milik luar, yang bekerjanya juga orang luar negeri,” katanya.

Oleh karenanya, dia berharap, masyarakat Indonesia dapat lebih menghargai hasil komoditas asli daerahnya sebagai bentuk budaya yang dapat menguntungkan warga sendiri.

“Oleh karena itu, masyarakat harus diajak berfikir, marilah kita olah kopi di sini, jual di sini, dan makannya di sini. Sisanya baru diekspor,” katanya.

Aher mencontohkan, kopi asal Jabar oleh petani dijual Rp10.000. Namun, setelah dikirim dalam bentuk mentah kemudian diolah di coffee shop, maka harga per cangkirnya bisa mencapai Rp70.000.

Tinggalkan Balasan