Tidak Adil Bagi Rakyat Kecil, Tarif Air Tanah Seharusnya Naik 10 Kali Lipat
Oleh: Yuga Khalifatusalam
Jurnal Bandung – Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat berharap, ada keadilan untuk rakyat kecil dalam pengambilan air tanah dalam.
Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna mengatakan, selama ini, yang menikmati air bersih hanya industri dan perhotelan saja. Sebab, mereka memiliki alat canggih untuk menyedot air tanah hingga masyarakat kehabisan.
Seharusnya, kata Anang, pemerintah bisa menaikan tarif pengambilan air tanah dalam dari Rp5000/meter kubik menjadi setidaknya Rp50.000/meter kubik.
“Air Aqua saja yang 600 cc harganya bisa Rp4000. Artinya itu bisa dinaikan, terutama untuk industri, tetapi air untuk rakyat tarifnya dikurangi. Jadi ada subsidi silang, agar hotel apartemen dan industri melakukan daur ulang. Air yang dipakai didaur ulang dan bisa dipakai lagi,” jelas Anang kepada Jurnal Bandung, Senin (28/9).
Selain bagi industri dan perhotelan, tarif yang tinggi juga harus dikenakan kepada masyarakat yang berkecukupan, sehingga masyarakat kecil bisa merasakan keadilan dalam pemanfaatan air tanah.
“Tapi yang tinggal di gang tidak usah bayar, mereka harus dapat air bersih, itu baru namanya keadilan. Kalau pun harus bayar, sesuai ongkos produksi. Sementara untuk biaya operasional diambil dari hotel dan industri,” terangnya.
Menurutnya, air tanah dalam tidak boleh dibebaskan begitu saja pemanfaatannya, apalagi oleh pihak swasta.
“Itu harus diawas ketat. Sekarang pengawasan belum optimal,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Anang pun mensinyalir ada main mata antara petugas dan pelaku industri atau perhotelan. Sebab, menurut dia, selama ini pendapatan PDAM sangat kecil, namun anehnya hal itu tidak pernah diributkan.
“Boleh jadi ada kongkalingkong dengan petugas. Ketika pendapatan air tanah murah, karena pendapatannya sedikit kok diam saja. Itu penting karena air tanah dalam itu paling bagus. Harus ada pembenahan yang sangat mendasar terkait air tanah ini,” tegasnya.
Anang pun berharap, rencana perluasan Taman Hutan Raya (Tahura) di Kawasan Bandung Utara (KBU) segera direalisasikan. Sebab, menurut Anang, hal itu sangat penting untuk penyerapan air.
“Pengendalian tata ruang juga harus super ketat. Bayangkan saja, untuk hari ini saja susah, apalagi 50 tahun ke depan. Ini tantangan berat, tapi sebetulnya tidak sulit kalau serius. Kita juga berharap Pak wali mau mengagendakan reformasi pengeloaan sumber daya alam,” pungkasnya.