Tembus Omset Rp7 Triliun per Tahun, Pelaku Usaha Online Jadi Bidikan BPS
Oleh: Bayu Wicaksana

Jurnal Bandung – Para pelaku usaha online di Jawa Barat akan menjadi salah satu target yang dibidik Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Ekonomi 2016.
Kepala BPS Jabar Bachdi Ruswana mengatakan, usaha online menjadi salah satu bidang usaha yang disasar BPS dalam sensus tersebut karena pertumbuhannya yang sangat signifikan. Menurutnya, nilai omsetnya cukup besar, mencapai Rp7 triliun per tahun.
Sebagai contoh, pada sensus ini, pihaknya akan mendata pedagang dan transportasi online.
“Ya, pedagang online. Termasuk taksi dan ojek online,” sebutnya kepada jurnalbandung.com seusai bertemu Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (1/3).
Disinggung sulitnya mendata pelaku usaha online akibat minimnya data dan informasi tentang mereka, dia tak menampik hal itu.
Namun, kata dia, BPS tidak akan tinggal diam karena akan berkoordinasi dengan asosiasi pelaku usaha online serta unsur lainnya.
“Mereka (pelaku usaha online) ada asosiasinya, kita mungkin lewat mereka. Kita juga rangkul Organda, asosiasi penerbit. OJK, BI kita datangi,” terangnya.
Dia melanjutkan, sensus yang akan dilakukan mulai bulan depan ini diprediksi menyasar sekitar lima juta perusahaan di Jabar.
Selain usaha online, BPS juga akan menyasar seluruh perusahaan besar, menengah, kecil, hingga rumah tangga.
Sensus kali ini akan melibatkan sedikitnya 66.000 petugas yang akan disebar pada lima juta perusahaan tersebut. Saat ini, mereka tengah dilatih sebelum diterjunkan pada bulan depan.
Lebih jauh dia mengatakan, sensus tidak akan mengungkap data masing-masing perusahaan, apalagi sampai menginformasikannya secara luas.
Melalui sensus ini, pihaknya hanya akan mengungkap data perekonomian secara keseluruhan, sehingga tidak akan mempublikasikan satu per satu data perusahaan.
Diakuinya, terdapat pengusaha yang khawatir dengan adanya sensus ekonomi 2016 ini. Salah satu kekhawatirannya menyangkut jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan.
“Kita BPS dilarang secara undang-undang jika mempublikasikan (data) secara individu (perusahaan). Kita hanya data agregat saja, data summary, individu enggak boleh, dilarang,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia meminta pelaku dan pengelola perusahaan menjawab setiap pertanyaan dengan jujur demi keakuratan hasil sensus.
Dengan adanya data sensus yang akurat, pemerintah akan mudah dan tepat dalam menetapkan kebijakan demi menjaga pertumbuhan ekonomi.
Tidak hanya itu, sensus ekonomi ini pun menjadi acuan dalam mengetahui prospek dari setiap lini usaha.
“Jadi ada peluang usaha apa saja yang belum jenuh, bagaimana kebijakan yang harus dilakukan pemerintah dari data sensus ekonomi tersebut. Ini juga bisa lebih detail bagaimana menghadapi MEA, akselerasi perekonomian jelang mea,” paparnya.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan sangat menyambut baik adanya sensus perekonomian ini. Menurutnya, hal ini akan mampu menampilkan gambaran asli mengenai kondisi perekonomian nasional maupun masing-masing wilayah di Tanah Air.
Heryawan berharap, sensus ekonomi ini bisa mengungkap kekuatan ekonomi Jabar sesungguhnya. Sebab, Heryawan menduga, kondisi perekonomian Jabar yang sesungguhnya tidak terungkap karena adanya adanya salah tafsir dalam penghitungan produk domestik regional bruto (PDRB).
Selama ini, jelasnya, produk ekspor yang dihasilkan di Jabar dihitung sebagai produk DKI Jakarta karena pengirimannya melalui Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Ibu Kota Negara tersebut.
Padahal, lanjut Heryawan, seharusnya penghitungan barang itu dimasukkan ke daerah yang menjadi tempat produksi, bukan daerah tempat pengiriman.
“Ini kekhawatiran bersama. Bukan dihitung di tempat diekspor, tapi dihitung di tempat barang itu diproduksi,” katanya.
Dengan begitu, penghitungan pertumbuhan ekonomi akan akurat sehingga berdampak terhadap akurasi data-data lainnya seperti pendapatan per kapita, angka kemiskinan, dan pengangguran.
“Jika hitung PDRB benar, hitung pertumbuhan ekonomi juga bener. Tapi kalau meleset, data lain pasti kena,” pungkasnya.