Tanggapi Perseteruan Menteri Kabinet di Depan Publik, Presiden PKS Imbau Jokowi Bersikap Tegas
Oleh: Bayu Wicaksana
Jurnal Bandung – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengimbau Presiden Joko Widodo lebih tegas terhadap bawahannya menyusul adanya perseteruan antarsesama menteri kabinet yang terpublikasikan.
“Saya mengimbau ke beliau (Presiden Jokowi), tentu untuk memperbaiki pola pengelolaan, arahan lebih tegas,” kata Sohibul kepada jurnalbandung.com seusai membuka Simposium Nasional Kepala Daerah dan Legislator PKS se-Indonesia, di Hotel Aryaduta, Kota Bandung, Rabu (2/3).
Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said Bersitegang karena perbedaan pandangan soal skema Blok Maluku.
Sohibul melanjutkan, seharusnya, jajaran menteri kabinet memiliki soliditas dan sinergitas yang baik demi terciptanya pembangunan yang baik.
“Maunya sinergi, jangan kemudian membuat keributan,” ucapnya.
Saat dimintai komentar terkait kabar kekesalan Presiden Jokowi akan kegaduhan itu, Sohibul menilai hal tersebut wajar.
“Pakai logika umum saja, tentu ada kekesalan,” katanya.
Kendati begitu, Sohibul enggan mengomentari pribadi menteri yang gaduh tersebut.
Dia pun tidak berbicara banyak saat ditanya perlu tidaknya Presiden Jokowi melakukan pergantian menteri.
“Reshuffle urusan beliau. Saya tidak mau mengevaluasi orang per orang, itu tentu kewenangan dari Presiden untuk mengevaluasi,” pungkasnya.
Hal serupa diungkapkan pakar politik Unpad Muradi. Menurutnya, Presiden harus tegas pada menteri yang bersitegang di depan publik.
“Sebab jika perseteruan tersebut dibiarkan di depan publik, maka wibawa dan soliditas pemerintahan akan makin cair. Ujungnya akan berimplikasi pada kinerja pemerintahan yang tidak memuaskan,” kata Muradi kepada jurnalbandung.com, Rabu (2/3).
Bahkan, Muradi menilai, Presiden Jokowi perlu menerapkan sanksi kepada menteri tersebut.
“Pengenaan sanksi yang bersifat mengikat semua pembantu Presiden. Jangan membayangkan membangun visi politik yang strategis apabila di tingkat soliditas antar menteri saja tidak dapat dilakukan,” bebernya.
Selain teguran dan ancaman pencopotan dari posisi menteri dan struktur lainnya, kata Muradi, perlu juga ditekankan bahwa paradigma pemerintahan saat ini adalah pada kerja dalam mewujudkan Nawacita.
Langkah ini, menurutnya penting dilakukan agar ada efek jera dari sejumlah menteri yang gemar bergunjing di sosial media dan publik.
“Langkah tersebut juga dimaksudkan agar para pembantu Presiden yang merasa mendapatkan back up politik dari kekuatan partai politik maupun elit politik lainnya, menyadari bahwa konsentrasi atas sejumlah agenda strategis kementerian dapat direaliasasikan dalam bentuk program konkret dan menjauhkan diri dari pergunjingan dan perseteruan antar pembantu Presiden,” paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kejengkelan dan kemarahan Presiden Jokowi atas perilaku menteri yang bersitegang di depan publik menggambarkan konsolidasi pemerintahan membutuhkan langkah yang seirama.
“Jadi perlu ketegasan, sehingga pergunjingan dan perseteruan yang menguras energi antar pembantu presiden akan berkurang drastis karena fokus pada pencapaian dari target yang ditetapkan pemerintah,” pungkasnya.