Sumur Bandung, Sumur Tua yang Menjadi Destinasi Wisata Sejarah Hingga Tempat Berziarah

Oleh: Ridwan Alamsyah

Foto oleh: Ridwan Alamsyah
Foto oleh: Ridwan Alamsyah

Jurnal Bandung – Keberadaan Sumur Bandung sangat berkaitan erat dengan awal mula berdirinya Kota Bandung. Sumur tua ini berada di lantai dasar gedung PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Distribusi Jawa Barat, di Jalan Cikapundung Barat, Kota Bandung.

Gedung PT PLN tersebut merupakan bekas gedung N.V. Gebeo, sebuah perusahaan listrik Hindia Belanda. Gedung bertingkat seluas 3.945 meter persegi itu dirancang Prof Charles Prosper Wolff Schoemaker dan diresmikan 26 Oktober 1939 silam.

Selama ini, Sumur Bandung dikenal pula sebagai tujuan wisata sejarah, bahkan hingga wisata religi. Sebab, hingga kini, masih banyak orang yang datang untuk berziarah di sumur tersebut. Sumur Bandung pun memiliki air yang bersih dan tak pernah kering, meskipun saat kemarau.

“Banyak tamu yang datang ke sumur dengan berbagai tujuan seperti rombongan anak sekolah yang datang berwisata untuk melihat Sumur Bandung,” ungkap Iyep Saepudin, petugas keamanan Sumur Bandung yang berkesempatan mengantar Jurnal Bandung melihat Sumur Bandung, Minggu (24/5).

Menurut Iyep, pada malam terakhir bulan Robiul Awal atau Mulud, banyak tamu berdatangan. Terlebih, jika bertepatan dengan Jumat Kliwon. Mereka datang untuk berziarah, meminta air sumur dan berdoa di lokasi Sumur Bandung.

Iyep mengatakan, mereka yang berziarah umumnya percaya akan khasiat air Sumur Bandung yang diyakini bisa menjadi obat dari berbagai penyakit, untuk membersihkan diri dan hati, hingga sebagai syarat agar disukai lawan jenis.

Walaupun sering mendengar cerita-cerita mistis mengenai sumur tua tersebut, namun, selama bertugas, Iyep mengaku belum pernah mengalami hal-hal aneh.

“Teu aya anu ngabelegbeg mah, da caang oge tempatna. Jadi, tidak ada yang menyeramkan di sini,” ungkapnya.

Berdasarkan penelurusuran Jurnal Bandung, Sumur Bandung sangat berkaitan erat dengan awal mula berdirinya Kota Bandung dimana pada akhir 1808 atau awal 1809, Bupati Bandung RA Wiranatakusumah II berencana memindahkan Ibu Kota Kabupaten Bandung.

Setelah mencari lokasi yang tepat, Bupati menemukan tempat yang dinilainya cocok dan strategis sebagai pusat pemerintahan. Tempat yang dipilihnya tersebut adalah lahan kosong yang masih berupa hutan dan terletak di tepi barat Sungai Cikapundung.

Diceritakan, Bupati kemudian menancapkan tongkat di tempat yang ditemukannya itu. Namun, saat tongkat tersebut ditarik dari permukaan tanah, tiba-tiba keluar air. Akhirnya, di tempat keluarnya air tersebut dibuatlah sumur yang kemudian dinamai Sumur Bandung.

Tak lama kemudian, Bupati beserta rakyatnya berpindah tempat dari Krapyak (Dayeuh Kolot) mendekati lahan bakal Ibu Kota yang baru. Awalnya, Bupati tinggal di Cikalintu (Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, dan pindah lagi ke Kampung Bogor atau Kebon Kawung di lahan yang kini berdiri Gedung Pakuan.

Oleh karenanya, Kota Bandung dikenal dibangun atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunannya sendiri dipimpin langsung Bupati. Ibu Kota baru Kabupaten Bandung tersebut akhirnya diresmikan melalui Surat Keputusan tertanggal 25 September 1810.

Untuk diketahui, Sumur Bandung kini sudah dipasangai sepasang pengaman yang di tengah-tengahnya dihiasi mahkota. Air Sumur Bandung sendiri bisa diambil melalui mahkota yang bisa dibuka tutup tersebut.

Sekeliling Sumur Bandung pun sudah dipasangi keramik. Selain itu, di lokasi Sumur Bandung pun berdiri sebuah masjid cukup megah berhiaskan ukiran kayu yang menambah asri keberadaan Sumur Bandung.

Tinggalkan Balasan