Srikandi Jukir Dari Kota Kembang
Oleh: Alamsyah
Jurnal Bandung – Beban hidup di Kota Bandung kini memang terasa berat, terutama bagi warga yang berpenghasilan pas-pasan. Sepertihalnya yang dialami Elis, juru parkir yang sehari-hari bertugas di Jalan Kalimantan, Kota Bandung. Ibu dua anak ini sudah empat tahun mengatur hilir mudik kendaraan di lokasi tersebut demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Profesi suami Elis pun sama dengan dirinya. Sehingga pendapatan keluarga mereka dirasa kurang mencukupi. Dalam mengais rezeki, hujan dan terik matahari tak pernah dihiraukan Elis. Dia tetap semangat membantu memarkirkan kendaraan demi uang receh untuk dibawanya pulang.
“Bakat weh kang, bakating kubutuh (karena terdesak kebutuhan). Da hidup sudah serba mahal. Sedangkan hasil yang didapat akang (suami) kurang, jadi ibu harus ikut nyari uang. Kalau santai bagaimana nasib anak-anak,” kisah Ellis saat ditemui Jurnal Bandung di tempatnya bekerja.
Di balik kesulitan ekonomi yang mendera, Elis diberkahi anak-anak yang mandiri dan berprestasi di bidang akademis. Sayang, karena alasan ekonomi pula lah, Elis menahan hasrat untuk menyekolahkan anaknya di SMA favorit walau nilainya memungkinkan untuk masuk sekolah itu.
“Iya biaya masuk sekolah gratis, tapi tetap saja ada pungutan ini itu yang sudah pasti tidak bisa terbayar oleh kami,” ungkapnya.
Bahkan, hingga kini, putri tertuanya yang sudah lulus SMA belum bisa mendapatkan ijazah karena ijazahnya masih ditahan pihak sekolah akibat Elis belum bisa membayar tunggakan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP).
“Karena menunggak SPP selama empat bulan,” ucapnya.
Meskipun Elis dan suaminya bekerja, namun mereka bersama dua anaknya hingga kini belum memiliki rumah. Mereka menyewa rumah sederhana di Jalan Kebon Sirih. Uang untuk sewa rumah juga hasil patungan dengan keluarga adik Elis.
“Atuda arawis ngontrak bumi teh cep, kedah kieu supados tiasa neda (biaya kontrak rumah mahal, jadi harus seperti ini agar tetap bisa makan),” pungkasnya.