Produksi Surut, Petani Strawberry di Kabupaten Bandung Beralih Tanam Sayuran
Oleh: Dadan Burhan AA

Jurnal Bandung – Para petani strawberry di kawasan wisata Kabupaten Bandung, tepatnya di Pasirjambu, Ciwideuy, dan Rancabali (Pacira) kini banyak yang beralih menanam sayuran. Akibatnya, hasil produksi pun anjlok dan berimbas pada naiknya harga hasil olahan berbahan strawberry.
Salah seorang pengepul buah dan sayuran di Pacira Heri mengakui, para pengepul kini semakin kesulitan mendapat pasokan strawberry dari para petani di Pacira. Padahal, permintaan strawberry sangat banyak.
“Sekarang harga strawberry Rp60.000 per kilogram, dan ini barangnya pun jarang. Sudah dua tahun kondisinya seperti ini dan semakin parah pada musim hujan tahun ini. Semakin banyak juga lahan pertanian strawberry yang rusak tidak terurus,” ungkap Heri kepada jurnalbandung.com, Rabu (2/3).
Menurut Heri, beberapa tahun lalu, hampir seluruh pekarangan rumah warga di Pacira ditanami deretan pohon strawberry. Begitupun dengan hamparan lahan pertaniannya. Namun kini, seledri, daun bawang, dan wortel, menggantikan pohon-pohon strawberry tersebut.
Pantauan jurnalbandung.com, di sejumlah kebun wisata strawberry yang bisa dipetik sendiri. Pohon-pohon strawberry tampak tidak berbuah. Beberapa polybag sebagai media tanam strawberry ditumbuhi rumput, bahkan dipakai menanam daun bawang atau seledri.
Sementara itu, salah seorang pengusaha olahan strawberry Didin Syarifudin mengatakan, sebelumnya, dia bisa mengolah 3 kuintal strawberry menjadi sirup dan dodol strawberr setiap bulannya. Namun, sejak beberapa bulan lalu, dia hanya bisa mengolah 40 kilogram strawberry per minggu.
“Kalau dihitung, sekarang hanya bisa memproduksi dengan jumlah setengah dari biasanya. Kalau dapat 5 atau 10 kilogram per hari, mending dikumpulkan dulu. Sekarang memang sedang sulit mendapat strawberry,” ujar Didin kepada jurnalbandung.com di tempat produksinya, di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali.
Menurut Didin, kisaran harga strawberry segar sebelum kelangkaan terjadi sekitar Rp15.000 sampai Rp20.000 per kilogram. Namun, saat ini, harganya mencapai Rp45.000 sampai Rp60.000 per kilogram. Kelangkaan strawberry ini, sambung Didin, mulai dirasakan sejak 2014 silam.
“Saya tidak kesulitan dapat strawberry karena banyak pemasoknya, tapi memang berkurang. Pasalnya, beberapa lahan pertanian strawberry di Rancabali mengalami masalah. Tapi, tidak sampai terpuruk. Buktinya, saya masih bisa produksi,” katanya.
Didin mengaku, untuk permohonan strawberry dalam bentuk segar ataupun olahan terus bertambah. Namun, hal ini tampaknya tidak diiringi oleh perkembangan pertanian strawberry di Pacira. Karenanya, penjualan ke Kota Bandung, Lembang, dan daerah lainnya pun sempat terhambat.
“Sekarang harga olahan strawberry pun naik. Contohnya dodol strawberry, dari Rp12.500 jadi Rp15.000. Sedangkan sirup strawberry jadi Rp25.000. Di tingkat penjual harganya berbeda lagi. Di musim hujan ini pun, produksi manisan dan kerupuk strawberry tidak ada,” pungkasnya.
