Perceraian Tinggi, Picu Perdagangan Manusia
Jurnal Bandung – Tingginya angka perceraian diprediksi memicu terjadinya perdagangan manusia (trafficking). Sebab, usai perceraian, seorang istri akan berbuat sesuatu demi menghidupi keluarga, khususnya anak.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP24) Jawa Barat Netty Prasetyani mengatakan, para isteri yang bercerai mudah terjebak menjadi korban trafficking. Perceraian berkorelasi terhadap trafficking karena jika struktur keluarga terpecah, istri memiliki tanggung jawab terhadap anaknya.
“Rumah tangga rentan mengalami perceraian, terlebih pasangan yang menikah di bawah umur. Setelah cerai, biasanya istrinya memiliki tanggung jawab untuk menghidupi rumah tangganya,” kata Netty di Gedung Sate, Bandung, Rabu (27/8).
Netty menjelaskan, kebanyakan perempuan yang menikah muda merupakan lulusan SMP. Sehingga, jenis pekerjaan yang diperolehnya merupakan sektor informal. “Ini membuat mereka pragmatis untuk menerima pekerjaan apa saja, yang penting bisa membiayai anaknya,” jelas dia.
Netty menuturkan, kondisi tersebut memaksa mereka menjadi pelayan restoran, pembantu rumah tangga, dan pemandu lagu.
Menurut Netty, pelaku trafficking biasanya memanfaatkan kondisi tersebut dengan iming-iming gaji besar. “Mereka banyak terjerat trafficking, karena nikah dini kan anak di bawah umur 18 tahun yang pendidikannya rendah,” tuturnya. (JB-04).