Pemprov Jabar Perketat Suntikan Modal Bagi BUMD

Oleh: Bayu Wicaksana

Foto net
Foto net

Jurnal Bandung – Pemprov Jawa Barat akan memperketat penyaluran modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) karena tidak semua BMUD menghasilkan laba dan dikhawatirkan membebani keuangan pemprov.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, pengetatan ini mulai dilakukan pada APBD Perubahan 2016 ini. Pihaknya ingin melihat kesungguhan BUMD dalam menjalankan lini bisnisnya.

“Kita ingin semua BUMD itu sehat,” kata Heryawan kepada jurnalbandung.com di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (29/7).

Gubernur yang akrab disapa Aher itu mengaku, pada 2017 mendatang, pihaknya menargetkan seluruh BUMD berada di posisi 0 alias tidak memiliki catatan kerugian. Semua modal yang telah dikeluarkan telah kembali ditambah kinerjanya baik.

“Ingin semua break event point. Utang-utangnya pun enggak ada,” ungkapnya.

Aher menilai, keputusan ini juga dipilih agar BUMD tidak menggunakan suntikan modal dari pemprov untuk membayar utang.

“Sekarang kita ketat, kalau (suntikan modal dari pemprov) buat bayar utang, enggak boleh dong, harus ada skema lain,” jelasnya.

Suntikan modal untuk membayar utang memang dimungkinkan. Namun, katanya, jika hal ini terus dibiarkan, BUMD tidak pernah berupaya melakukan pengembangan usaha.

“Modal itu untuk ekspansi. Kalau untuk bayar utang terus, artinya dia enggak sehat. Tahun kelima sejak berdiri harusnya sudah untung,” katanya.

Pihaknya mencatat, dari tahun ke tahun, BUMD yang menyetor deviden hanya beberapa, seperti bjb, PT Jasa Sarana, dan BPR. Sisanya, meski kecil, BUMD seperti PD Jawi, dan PT Jamkrida pun sudah memberikan deviden.

“Bjb itu sekitar Rp350 miliar, sisanya bervariasi. Kalau yang baru berdiri tidak bisa kita paksakan langsung untung,” tuturnya.

Salah satu BUMD yang kinerjanya belum memuaskan adalah PD Agronesia. Aher mengakui, BUMD yang bergerak di bidang industri karet, air minum dalam kemasan, dan kuliner ini kerepotan dalam menjalankan bisnisnya.

“Agronesia belum memberikan keuntungan karena memiliki tingkat utang yang belum terbayarkan,” jelasnya.

Mulai pekan ini, lanjut Aher, sembilan BUMD milik Pemprov Jabar akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan ini akan membedah kinerja seluruh BUMD berikut anak perusahaannya.

“Dulu hanya sampel, sekarang diperiksa semuanya. BUMD akan diskusi dan menerima masukan-masukan,” katanya.

Sementara itu, DPRD Provinsi Jabar meminta pemprov tidak gegabah dalam memberikan suntikan modal ke BUMD agar tidak terdapat kerugian mengingat saat ini tidak semua BUMD memiliki kinerja yang baik.

Anggota Panitia Khusus V DPRD Jabar yang menangani penyertaan modal BUMD Daddy Rohanady mengatakan, pemprov harus memiliki kajian yang matang sebelum menggelontorkan modal segar untuk perusahaan pelat merah tersebut.

Selain harus mengetahui besaran modal yang pantas diberikan, pemprov pun harus menyeleksi BUMD mana saja yang masih pantas dipertahankan agar tidak membebani keuangan negara.

Sebagai contoh, Daddy menyayangkan besarnya kerugian yang dialami PD Agronesia. Total penyertaan modal yang digelontorkan tidak sebanding dengan kinerja perusahaan tersebut.

Menurutnya, kerugian yang diderita PD Agronesia mencapai Rp130 miliar. Padahal, total penyertaan modal yang sudah diberikan sebesar Rp245 miliar.

Menurut Daddy, penyertaan modal sebesar itu masih tidak bisa membuat PD Agronesia menjadi pengungkit roda perekonomian masyarakat Jabar.

“Pendirian sebuah BUMD pada hakikatnya memiliki dua tujuan utama, yakni menambah PAD dan social service,” kata Daddy.

Daddy menuturkan, alih-alih menambah pendapatan bagi kas daerah, BUMD ini pun justru melakukan penyusutan karyawan. Pegawai yang semula berjumlah 1.000 orang, kini hanya tinggal 600 saja. Oleh karena itu, Daddy menyarankan agar PD Agronesia tidak mendapat tambahan modal dari Pemprov Jabar.

“Dari dua parameter tersebut, sebenarnya PT Agronesia sudah tidak layak lagi mendapat suntikan modal,” tegasnya.

Daddy pun lebih memilih Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk diberi tambahan modal. Menurutnya, fungsi BPR sangat efektif terutama untuk menyalurkan dana permodalan ke masyarakat.

“Terlebih, BPR memiliki hubungan yang dekat dengan pedagang kecil yang amat membutuhkan bantuan permodalan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan