Pemerintah Timor Leste Berguru Soal Sampah ke Kota Bandung
Oleh: Redaksi

Jurnal Bandung – Sejumlah perwakilan National Higiene Ordinaring Publik Timor Leste berkunjung ke kantor Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung di Jalan PHH Mustofa, Kota Bandung, Kamis (22/9).
Kunjungan kerja aparatur Pemerintah Timor Leste tersebut dalam rangka bertukar informasi sekaligus mempelajari tata kelola persampahan di Kota Bandung.
Direktur Higiene Ordinaring Publik Timor Leste Caitano mengatakan, kunjungan kerja ke kantor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung tersebut didasari informasi yang diperoleh pihaknya jika Kota Bandung telah berhasil mengelola sampah dengan baik.
Hal itu, kata dia, dibuktikan dengan suksesnya Kota Bandung meraih Adipura dalam dua tahun terakhir. Selain itu, Kota Bandung juga selama ini dikenal sebagai kota jasa dimana industri pariwisatanya sudah dikenal hingga mancanegara.
“Kami ingin sharing pendapat tentang kenyataan di lapangan. Sebab, Timor Leste yang baru merdeka 14 tahun ini perlu belajar dari negara lain seperti Indonesia, khususnya Kota Bandung. Apalagi, kami dengar Kota Bandung sudah dua kali mendapat Adipura,” tutur Caitano yang cukup fasih menggunakan bahasa Indonesia.
Caitano mengakui, di negaranya, pengelolaan sampah terbilang cukup sulit. Pasalnya, kesadaran warga Timor Leste dalam menjaga kebersihan dinilainya masih rendah.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 1,3 juta jiwa, Caitano menyebut sampah yang dihasilkan warga Timor Leste setiap harinya mencapai sekitar 150 ton.
“Jumlah penduduknya sedikit, tapi permasalahannya banyak, termasuk soal sampah. Di Timor Leste, pengelolaan sampah masih mengandalkan pemerintah, berbeda dengan di sini yang katanya sudah berbasis masyarakat. Kesadaran masyarakat Timor Leste sulit sekali dikoordinir, dibuat regulasi pun susah,” beber Caitano seraya meminta pihak PD Kebersihan berbagi pengalamannya dalam tata kelola sampah.
Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung Deni Nurdyana Hadimin yang menerima langsung kunjungan tersebut menyambut baik kehadiran perwakilan Pemerintah Timor Leste ke kantornya. Deni pun kemudian berbagi pengalaman dalam mengelola sampah warga Kota Bandung.
Menurut Deni, di mana pun, persoalan sampah merupakan persoalan yang tidak menyenangkan. Untuk penanganannya, kata Deni, langkah awal memang harus dimulai dengan mengubah perilaku masyarakat. Diakui Deni, untuk mengubah perilaku masyarakat memang bukan perkara mudah.
“Jepang saja butuh waktu 20 tahun untuk mengubah perilakunya. Di Bandung sendiri, (kesadaran masyarakat) sebenarnya juga susah. Apalagi, Bandung merupakan kota terbuka, yang banyak dikunjungi orang,” tuturnya.
Deni mencontohkan, salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Kota Bandung dalam menjaga kebersihan adalah pemberlakuan denda paksa dan pembentukan petugas patroli pengawas kebersihan.
“(lewat pengawas kebersihan) yang buang sampah sembarangan dikenai denda paksa, difoto, kemudian dipasang fotonya di medsos (media sosial). Di kita sama, orang lebih takut sanksi sosial ketimbang denda. Itu harus dipaksakan karena budaya ini penting,” jelas Deni.
“Beruntung, Kota Bandung memiliki Wali Kota yang masih muda dan visioner. Orangnya juga suka turun ke lapangan. Mengubah perilaku memang harus dimulai dari pimpinannya. Kami juga masih banyak belajar, Bandung belum apa-apa,” sambung Deni merendah.
Deni melanjutkan, dengan jumlah penduduk sekitar 2,5-3 juta jiwa lebih saat siang hari dan 3-4 juta juta lebih saat week end, produksi sampah di Kota Bandung mencapai sekitar 1.500 ton setiap harinya.
Diakui Deni, dengan volume sampah sebesar itu, pihaknya memang masih menggunakan sistem sanitary land field dimana sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat.
“Namun, dalam waktu dekat ini, kami akan mengembangkan sistem waste to energi dengan memanfaatkan biodigester. Melalui biodigester, sampah organik akan diubah menjadi gas yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Selain itu, kami juga terus mengembangkan berbagai program, termasuk program bank sampah untuk mengelola sampah anorganik yang memiliki nilai jual,” paparnya.
Deni menambahkan, dalam penanganan sampah, juga diperlukan kerja keras sekaligus sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi. Deni menyebutkan PD Kebersihan Kota Bandung memiliki 1.600 petugas penyapu dan sekitar 6.000 petugas kebersihan yang berasal dari kewilayahan.
“Kami bekerja hampir 24 jam setiap hari. Jika bapak-bapak berjalan-jalan jam 4 pagi di Kota Bandung, pasti akan menemukan pasukan kuning yang sedang bekerja,” ungkap Deni dalam pertemuan tersebut.