Pembangunan Infrastruktur Masif, Aher Optimistis Tatap Masa Depan Jabar
Oleh: Redaksi
Jurnalbandung.com – Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, yakni mencapai 47,4 juta jiwa pada tahun 2016 dengan pangsa 18% terhadap total penduduk nasional.
Sementara pangsa ekonomi Jabar terhadap ekonomi nasional pada tahun 2015 menempati peringkat ketiga terbesar dengan pangsa sebesar 13,22% (year on year/yoy).
Dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jabar di Trans Luxury Hotel Bandung, Selasa (29/11), Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengungkapkan, kondisi perekonomian di Jabar menurutnya baik. Hal itu ditandai oleh sisi pertumbuhan ekonomi di angka 5,03% yang tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kedua, pertumbuhan UMKM (usaha mikro, kecil, menengah) paling bagus, PDRB (produk domestik regional bruto) juga menjadi penyumbang ketiga setelah DKI dan Jawa Timur. Tadi saya katakan kalau industri manufakturnya dihitung di Jawa Barat, hitung-hitungan ekspor–import-nya hitung di Jawa Barat, bukan dihitung di Tanjung Priok bisa jadi kita nomor satu. Paling tidak nomor dua, kan gitu. Okelah kita buktikan kalau sudah punya Patimban ya,” paparnya.
“Kalau semua barang-barang yang kita miliki itu kemudian dicatat ekspornya di Patimban, akan kita lihat pertumbuhannya nanti,” tambah Gubernur yang akrab disapa Aher itu.
Pada saat yang sama, lanjut Aher, pertumbuhan penanaman modal asing (PMA) di Jabar terus meningkat, khususnya di sektor industri pengolahan. Jabar, kata Aher, menjadi salah satu tujuan investasi utama dengan pangsa terhadap nasional untuk PMA mencapai 20,4% dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai 14,1%.
Namun, di samping itu, di tengah tantangan perekonomian saat ini, tingkat kemiskinan di Jabar secara konsisten mengalami penurunan. Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2016, angka kemiskinan di Jabar menurun hingga angka 8,95%, lebih baik jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di akhir tahun 2015 yang mencapai 9,57%.
“Pada saat yang sama juga pertumbuhan perbankan syariah menjadi perbankan yang terbukti paling tangguh ketika ada krisis ekonomi, ketika ada tekanan ekonomi. Kemudian investasi modal, khususnya PMA, kita nomor satu, PMDN kita nomor dua setelah Jawa Timur. Itu kan pertanda bahwa kita relatif bagus, tinggal tentu saja kita harus mengukur di lapangan pemerataannya dengan index gini rasio yang turun, kemiskinan turun,” jelas Aher.
Ke depan, lanjut Aher, dengan berbagai program, baik itu program advokasi, bantuan-bantuan sosial bagi penduduk miskin, maupun program perekonomian lewat mekanisme ekonomi, kemiskinan akan ditangani supaya denyut ekonomi membaik sekaligus menyerap pengangguran.
Terkait pertumbuhan ekonomi pada 2017 mendatang, Aher optimistis akan semakin baik. Keyakinannya itu didukung oleh “dihidupkannya” sejumlah kawasan baru berpotensi ekonomi di Jabar yang didukung pembangunan infrastruktur yang masif sebagai jalur arus pergerakan orang dan barang.
Pembangunan infrastruktur tersebut, di antaranya, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten Majalengka, Bandara Citarate di Kabupaten Sukabumi, Bandara Pameungpeuk di Kabupaten Garut, Bandara Wiriadinata di Kabupaten Tasikmalaya, dan Bandara Nusawiru di Kabupaten Pangandaran. Ditambah pengembangan pariwisata di Ciletuh, Palabuhan Ratu, serta pembangunan sejumlah pelabuhan baru di Jabar.
“2017 optimis, nasional optimis, kita juga optimis. Apalagi tahun ini pertumbuhan Jawa Barat lebih tinggi dari rata–rata nasional, berati kalau nasional optimis, kita juga optimis. Apalagi nanti kan bandara akan jadi, Ciletuh di pariwisata atau kawasan selatan kita ingin tumbuh juga, pertumbuhan di Patimban di sebelah utara, di timur bandara, di sebelah sana Palabuhan Ratu Ciletuh. Ini insya Allah akan menjadi sesuatu yang menguntungkan kita karena denyut ekonominya akan tinggi, karena didorong oleh kawasan–kawasan yang punya kemajuan tersebut,” beber Aher.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jabar Rosmaya Hadi mengatakan, ekonomi Jabar ditopang tiga sektor utama, yaitu industri pengolahan dengan pangsa 43,03%, perdagangan dengan pangsa 15,21%, dan pertanian dengan pangsa 8,71%.
Sementara, mengacu pada data PDRB kumulatif hingga triwulan III 2016, lapangan usaha di Jabar yang memberikan kontribusi besar terhadap nasional secara berturut– turut adalah industri pengolahan (27,7%), jasa lainnya (15,1%), perdagangan (15,1%), serta transportasi dan pergudangan (14,9%).
“Dengan demikian, Jawa Barat menjadi provinsi dengan pangsa industri pengolahan terbesar. Hal ini menunjukan peran penting Jawa Barat dalam mendorong akselerasi perekonomian nasional yang bernilai tambah tinggi,” jelas Rosmaya.
Inflasi Jabar pun, kata Rosmaya, masih terkendali dalam level yang cukup rendah. Hal ini seiring dengan tren core inflation yang menurun. Inflasi Jabar pada akhir 2016 diperkirakan pada kisaran 2,8 – 3,2% (yoy).
Lebih lanjut, Rosmaya menyatakan, prospek perekonomian Jabar pada 2017 mendatang diperkirakan pada kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Hal itu seiring dengan dinamika global dan nasional.