Pemahaman Agama Tak Utuh Picu Munculnya Ekstrimisme

Oleh: Bayu Wicaksana

Jurnalbandung.com – Pemahaman ajaran agama yang tidak utuh sering berpotensi merusak kerukunan umat beragama di Tanah Air.

Selain bisa mengikis toleransi antarumat beragama, pemahaman agama yang setengah-setengah ini pun ditengarai menjadi penyebab lahirnya ekstrimisme.

Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Barat A Buchori, berbagai kasus intoleransi yang terjadi akibat adanya pemahaman yang salah tentang ajaran agama.

Hal ini terjadi karena mereka tidak belajar agama secara utuh dan benar.
Padahal, seluruh agama yang ada mengajarkan hal-hal positif yang sama-sama membangun kebersamaan.

“Tak ada agama yang mengajarkan berantem, permusuhan, intoleransi. Ketika ada intoleransi, berarti ada benang merah yang terputus,” kata dia saat memperingati Hari Amal Bakti ke-71 Kemenag tingkat Provinsi Jabar, di Bandung, Selasa (3/1).

Acara ini dihadiri juga Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Buchori meminta seluruh masyarakat mempelajari agama secara benar dan utuh.
Pemahaman yang utuh harus dimiliki agar tidak salah tafsir dalam mengaplikasikannya.

“Jangan sampai dipahaminya sebagian-sebagian. Ketika agama dipahami sebagian, maka tentunya sebagian-sebagian pula yang bisa dilakukan,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Buchori, tokoh agama memiliki peranan penting dalam menjaga keutuhan nilai-nilai agama yang ada di masyarakat. Sebab, nilai-nilai agama bisa tersampaikan ke masyarakat salah satunya melalui tokoh agama.

Tak hanya itu, keberadaan penyuluh dari Kemenag pun diharapkan mampu menyampaikan nilai-nilai agama secara utuh dan benar.

“Penyuluh mudah-mudahan itu jadi garda terdepan. Keberadaannya sangat dibutuhkan,” katanya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengatakan, nilai-nilai agama menjadi faktor yang mampu mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Bahkan, menurutnya, nilai-nilai agama ini menjadi dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, keberadaan agama tidak bisa dilepaskan dari kehidupan bernegara.

“Agama ini merupakan ruh. Nilai agama harus jadi pembentuk karakter bangsa yang majemuk,” katanya seraya menyebut ajaran agama pun menjadi penerang untuk kualitas pembangunan.

Tinggalkan Balasan