Jumlah Warga Miskin di Jawa Barat Turun
Oleh: Redaksi

Jurnal Bandung – Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2016 menunjukkan angka kemiskinan di Jabar turun hingga di angka 8,95% atau lebih baik jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di akhir tahun 2015 yang mencapai 9,57%.
Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar berharap, dengan tercapainya penurunan ini, ke depannya, target penurunan angka kemiskinan 1% per tahun dapat tercapai.
Terkait dengan itu, Deddy menuturkan, diperlukan kerja sama antarpemerintahan dan strategi pendekatan pengurangan kemiskinan yang melibatkan semua pihak dan menyeluruh.
Pendekatan dapat dilakukan dengan langkah yang lebih fokus, seperti langsung menyasar target pada rumah tangga sasaran yang dapat dilakukan melalui perlindungan sosial, peningkatan pelayanan dasar, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi.
”Kendala yang kita hadapi dalam beberapa tahun ini adalah terkait dengan kesimpangsiuran data kemiskinan. Perbedaan data, kedalaman data yang sulit diukur, serta anekdot “data dimana-mana, tetapi dimana-mana tidak ada data” telah menjadi problem klasik perencanaan serta pelaksanaan program penuntasan kemiskinan selama ini,” papar Deddy pada Rapat Koordinasi Program Pengurangan Kemiskinan di Jabar Tahun 2016, di Kantor Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Jabar Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Rabu (19/10).
Kondisi tersebut, lanjut Deddy, berdampak pada masih munculnya perbedaan sasaran, serta target dalam program atau kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan.
Jika hal itu terus terjadi, kata Deddy, maka sebesar apapun anggaran, hasilnya tidak akan optimal dalam menurunkan angka kemiskinan.
Oleh sebab itu, Deddy menyebutkan, keberadaan basis data terpadu 2015 perlu dijadikan baseline data, terutama untuk sasaran dan target program penanggulangan kemiskinan untuk beberapa tahun ke depan.
Terkait dengan validitas data yang ada, Deddy mendorong Pusat Data dan Analisis Pembangunan (Pusdalisbang) serta Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Jabar dan kabupaten/ kota agar segera melakukan validasi dan sinkronisasi pendataan.
Juga bagi perangkat daerah lainnya, Deddy pun mendorong untuk menjadikan basis data terpadu tersebut sebagai dasar dalam setiap kegiatan penanggulan kemiskinan, termasuk dalam perencanaan kegiatan di tahun anggaran 2017.
“Efektivitas penanggulangan kemiskinan sangat dipengaruhi oleh koordinasi lintas sektoral dan lintas pemerintahan, baik dalam perencanaan, maupun dalam pelaksanaannya,” katanya.
”Oleh sebab itu, keberadaan TKPKD provinsi dan kabupaten/kota harus lebih dioptimalkan, untuk mewujudkan program penanggulangan kemiskinan yang fokus pada kejelasan target, yang tepat program, tepat kegiatan, tepat lokasi, dan tepat anggaran,” jelas Deddy.
Beberapa hal penting yang Deddy tekankan terkait peran penting TKPKD, yakni melakukan koordinasi terpadu, meliputi komitmen yang kuat dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan daerah (SPKD). Sehingga, menjadi dasar dalam pengembangan Renstra dan Renja dari perangkat daerah terkait.
Selain itu, diperlukan pula adanya evaluasi atas berbagai kebijakan program penanggulangan yang telah dan akan dilaksanakan, sehingga alokasi anggaran kemiskinan yang direncanakan dan digulirkan telah melalui proses koordinasi terpadu di TKPKD.
Lalu, hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu pengendalian atas pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan di daerah, meliputi pemantauan, supervisi, dan tindak lanjut atas capaian tujuan semua program penanggulangan kemiskinan.
Kemudian, pemantauan atas pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan perangkat daerah di lapangan, leading sector dalam evaluasi semua program penanggulangan kemiskinan daerah, serta secara sistematis melaporkan hasil pelaksanaan dan pencapaian program penanggulangan kemiskinan.