Jika Tak Efektif, Pemprov Jabar Ancam Tahan Bantuan bagi Kabupaten Kota

Oleh: Bayu Wicaksana

Foto Humas Jabar
Foto Humas Jabar

BANDUNG – Pemprov Jawa Barat akan memperketat pemberian bantuan keuangan ke kabupaten/kota agar akuntabilitas penggunaan dana bantuan tersebut meningkat.

Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengatakan, penggunaan keuangan negara harus akuntabel agar memberi manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat. Pemerintah kabupaten/kota, kata Deddy, memiliki peranan sangat penting agar hal ini terwujud.

“Kita ingin kabupaten/kota (akuntabel) karena ujung tombak pembangunan. Otonomi itu di tingkat duanya, kita kan mengkoordinasi saja. Semuanya selaras, harmoni. Sebetulnya di sana,” kata Deddy kepada Jurnal Bandung.com di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (15/2).

Oleh karena itu, kata Deddy, Pemprov Jabar akan mengevaluasi lebih detail setiap APBD kabupaten/kota di Jabar. Hasil evaluasi ini berpengaruh terhadap besaran bantuan keuangan yang diberikan pemprov.

“Harus ada punishment kalau perencanaan tidak tepat. Kita evaluasi, penggunaan tahun depan harus dilihat lagi seperti apa. Kalau tidak efektif, ya kita tahan bantuan keuangannya, kalau belum ada perubahan akuntabilitasnya,” kata Deddy seraya menegaskan, sebesar apapun bantuan yang diberikan tidak akan bermanfaat jika penggunannya tidak akuntabel.

Rencana evaluasi ini, kata Deddy, diberikan karena laporan keuangan Pemprov Jabar mendapat nilai BB dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dengan begitu, pemprov berhak mengevaluasi serta memberi saran dan masukan terkait APBD kabupaten/kota.

“Kemarin di pembagian LAKIP masih sangat kecil, yang dapat BB baru Sukabumi, A Kota Bandung,” katanya seraya menyebut masih banyak kabupaten/kota lain di Jabar yang tergolong belum akuntabel.

Sementara itu, Asisten Daerah Bidang Perekonomian Pemprov Jabar Deny Juanda mengatakan, bantuan keuangan yang diberikan Pemprov Jabar ke kabupaten/kota sangat besar. Jumlahnya mencapai sekitar 70% dari APBD Jabar dalam setiap tahunnya.

Maka dari itu, imbuh Deny, evaluasi ini sangat penting agar tujuan pembangunan bisa tercapai. Deny menyebut, penggunaan keuangan negara bisa disebut akuntabel jika telah memenuhi sedikitnya tiga kriteria, yakni taat aturan, dikerjakan oleh ahlinya, dan orientasi hasil yang ekfektif sesuai dengan recana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

“Misal ada satu daerah yang pendidikannya rendah terus, sementara pemprov juga bantu, tapi ternyata enggak menyelesaikan masalah. Kita kan percaya ke daerah. Ternyata sekarang harus dilihat, APBD-nya dipakai apa, terus yang dari kitanya (APBD pemprov) dipakai apa,” ujarnya.

Oleh karena itu, untuk mengukur ini, pihaknya akan menyusun tim yang terdiri dari TAPD, asisten daerah, dan staf ahli Pemprov Jabar. Bahkan, pihaknya pun mempertimbangkan untuk menggandeng DPRD Jabar

“Dewan kan yang sering ke lapangan (kabupaten/kota),” katanya.

Deny menargetkan, pembentukan tim evaluasi ini akan dilakukan dalam sepekan ke depan. Sehingga, evaluasi APBD kabupaten/kota ini bisa segera dilakukan paling lambat 2017 mendatang.

Lebih lanjut Deny mengatakan, raihan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) terkait laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan keharusan bagi setiap kabupaten/kota. Sebab, penggunaan keuangan negara harus dilakukan sebaik mungkin demi kesejahteraan masyarakat.

“Kata kunci yang tepat WTP itu kewajiban. Kalau menggunakan uang harus dilaporkan, lalu mengisi sesuai kolom-kolom yang disediakan mengenai akuntansi keuangan negara,” tandas Deny.

Tinggalkan Balasan