Gara-gara Saksikan Sebuah Festival Musik, Deddy Mizwar Ngaku Seperti Kena Tampar
Oleh: Yuga Khalifatusalam

Jurnal Bandung – Rabu (11/11), Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menghadiri sebuah acara festival musik yang digagas Jatiwangi Art Festival (JaF), sebuah komunitas seni dan kreatif di Jatiwangi, Kabupaten Majalengka.
Berbeda dengan fastival musik pada umumnya, dalam festival musik kali ini, aktor senior itu disuguhi pemandangan unik. Sebelum dimulai, ribuan siswa sudah berkumpul di lapangan bekas pabrik gula, tepatnya di Desa Sutawangi, Kecamatan Jatawangi, Kabupaten Majalengka.
Tak lama kemudian, mereka yang berasal dari berbagai tingkatan sekolah itu kemudian membawakan beberapa lagu. Uniknya, lagu mereka tidak diiringi musik dari alat musik pada umumnya.
Mereka justu menggunakan genteng, kendi, dan alat yang menyerupai terompet yang seluruhnya terbuat dari tanah liat. Meskipun bukan alat musik khusus, kepiawaiannya membuat mereka sukses menciptakan harmonisasi bunyi yang unik dan menarik.
Menyaksikan pemandangan itu, Deddy pun mengaku sangat terpukau. Betapa tidak, selain unik, festival musik bernama Festival Musik Keramik itu pun digadang-gadang sebagai kegiatan bertaraf internasional. Bahkan, sejumlah seniman mancanegara juga turut serta dalam acara tersebut, di antaranya dari Polandia, Swiss dan Korea.
Mengetahui hal itu, Deddy pun mengaku malu. Pasalnya, sebagai Wakil Gubernur Jabar, dirinya kurang memperhatikan acara seunik dan sebagus ini. Tidak sampai di situ, Deddy pun terus mengelu-elukan JaF yang ternyata juga sudah dikenal di negara-negara Eropa, namun tidak begitu populer di Indonesia, bahkan Jabar sekalipun.
“Secara pribadi, saya mengapresiasinya. Atas nama Pemerintah Jawa Barat, saya pun malu dan meminta maaf kurang peran sertanya kami,” ungkap Deddy kepada Jurnal Bandung, di sela-sela acara.
Deddy pun mengaku bertambah malu karena selama ini JaF tidak pernah “mengemis” meminta bantuan kepada Pemprov Jabar. Menurut Deddy, lewat sosial media, JaF dilirik seniman dari luar negeri karena alat musik yang digunakannya cukup unik.
“Mereka memang tidak pernah datang meminta bantuan baik ke daerah atau Provinsi Jabar. Tapi dengan perasaan malu ini, kita akan membantu. Merasa ditampar, dikenal dunia namun di daerahnya tidak dikenal,” sesal Deddy.
Oleh karenanya, Deddy pun berjanji memberikan sejumlah bantuan. Bahkan, dia pun siap membantu mempatenkan alat musik dan gagasan kreativitas mereka agar tidak diklaim pihak lain.
“Pasti kami dukung untuk dipatenkan, bahkan bila perlu dibantu,” tegasnya.
Salah seorang pendiri JAF Ginggi Syarif Hasyim mengungkapkan, JaF adalah sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada kajian kehidupan lokal pedesaan lewat kegiatan seni dan budaya, seperti festival, pertunjukan, seni rupa, musik, video, keramik, pameran, residensi seniman, diskusi bulanan, siaran radio hingga pendidikan.
JaF didirikan 27 September 2005 silam dan sejak 2008, JaF bekerja sama dengan Pemerintahan Desa Jatisura untuk melakukan riset dan penelitian terkait kesenian kontemporer.
“JaF mempunyai program festival residensi, festival video residensi dan festival musik keramik dua tahunan. KamiĀ mengundang seniman dari berbagai disiplin ilmu dan negara untuk tinggal, berinteraksi, dan bekerja sama dengan warga desa. Sehingga, mereka merasakan kehidupan masyarakat Jatiwangi serta merumuskan dan membuat sesuatu yang kemudian dipresentasikan dan dikabarkan kepada semua orang,” paparnya.