Deddy Mizwar: Penyelamatan Lingkungan Bukan untuk Jadi Pahlawan, Tapi Demi Generasi Mendatang

Oleh: Redaksi

Foto Istimewa
Foto Istimewa

Jurnal Bandung – Lingkungan hidup kini bisa menjadi sumber bencana sekaligus sumber keberkahan. Berbagai kerusakan ataupun gangguan ekosistem semakin sering kita rasakan.

Penambangan tidak teratur, alih fungsi lahan tak terkendali hingga limbah pabrik yang dibuang sembarangan menjadi penyumbang rusaknya alam.

“Berbicara sungai misalnya, berarti berbicara juga mengenai wajah peradaban kita. Jadi kalau sungai kita hancur,  itulah wajah peradaban kita, itulah wajah kita,” tutur Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada kegiatan Kongres Sungai Jawa Barat Ke-1, di Kampung BudayaKarawang, Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Sabtu (6/8).

Oleh karena itu, lanjut Deddy, berjuang demi menyelamatkan generasi mendatang perlu terus diupayakan. Sebab, kata Deddy, membangun komunikasi yang baik antarstakeholder dan mengupayakan penegakan hukum lingkungan yang seadil-adilnya tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, kekecewaan pun kerap hadir di tengah-tengah perjuangan itu.

“Kita berjuang untuk menyelamatkan generasi yang akan datang, bukan untuk menunjukan siapa yang jadi pahlawan. Mari kita berjuang dengan riang gembira,” ujar Deddy di hadapan para pegiat lingkungan yang juga menghadiri acara tersebut.

“Banyak kekecewaan kita dalam proses penegakan hukum lingkungan, tapi kita tidak boleh berhenti, perjuangkan terus!” Pinta Deddy.

Menurut Deddy, kerusakan lingkungan di Jabar kini sudah cukup kritis. Di berbagai tempat, telah terjadi kerusakan lingkungan, seperti di Garut akibat penambangan pasir ilegal di kawasan Gunung Guntur, tanah longsor yang kerap terjadi di Jabar bagian selatan, hingga penambangan batu kapur ilegal di Kecamatan Pangkalan Karawang merupakan contoh kerusakan alam akibat ulah manusia.

“Kita boleh membangun peradaban, tapi membangun peradaban bukan berarti merusak alam,” katanya.

Selain itu, kata Deddy, pembangunan infrastruktur dan pembangunan industri yang masif, juga menjadi faktor penyebab lain kerusakan lingkungan. Menurut dia, beberapa indikator rusaknya lingkungan, seperti saat kemarau sejumlah daertah mengalami kekeringan. Sementara saat musim
penghujan, sejumlah daerah rawan banjir dan longsor.

Di bidang perkebunan, lanjut Deddy, sejumlah wilayah hutan yang asalnya ditanam pohon tegakan, banyak yang beralih fungsi menjadi lahan sayur.
Bahkan, beberapa kawasan karst pun yang merupakan daerah resapan air ikut dieksploitasi.

“Oleh karena itu, aturan RDTR (rencana detail tata ruang) di kabupaten/kota pun perlu distimulus untuk ditegakkan,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan