Deddy Mizwar: HFN Momentum Tepat untuk Merevisi UU Nomor 32/2009
Oleh: Yuga Khalifatusalam

Jurnal Bandung – Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar berharap, peringatan Hari Film Nasional (HFN) 2016 yang jatuh Rabu (30/3) kemarin, bisa dijadikan momentum untuk kebangkitan perfilman Indonesia.
Menurut mantan aktor kawakan ini, Undang-Undang (UU) Nomor 32/2009 tentang Perfilman harus ditinjau kembali dan direvisi.
”Terkait HFN tahun ini, kita berharap ada regulasi, khususnya di bidang perfilman bioskop dan distribusi. Jadikan mmentum HFN untuk meriview parlemen terkait UU Nomor 33/2009. Kalau tidak, ini akan jadi hambatan untuk industri perfilman,” ungkap Deddy Mizwar kepada jurnalbandung.com di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (30/3).
Dia menyontohkan, salah satu poin yang harus direvisi dari UU Nomor 33/2009 adalah film Indonesia mengisi 60% layar yang ada di Indonesia.
”Dalam pasal penjelasannya, yang dimaksud dengan film Indonesia adalah film yang bermutu, maksudnya apa. Yang menilai itu bermutu atau tidak siapa. Itu jelas harus direvisi,” jelasnya.
Selain itu, beberapa poin yang diharapkan segera direvisi terkait keharusan bioskop melaporkan berapa jumlah penonton dari sebuah film yang diputar di bioskop tersebut.
”Bagaimana pelaksanaannya itu dan sampai hari ini dari 2009 itu tidak ada, ini ada apa. Kemudian tata edar sampai hari ini tidak ada peraturan pemerintahnya,” katanya.
Dirinya juga menyoroti tentang pelemahan atau ketiadaan lembaga perfilman setelah adanya UU Nomor 32/2009. Padahal, banyak negara maju yang menghasilkan film bermutu justru tidak memiliki UU tentang perfilman seperti Indonesia.
”Makanya kembali ke wacana perlu review secara lebih baik dan menyeluruh atau cabut UU Perfilman. Banyak negara yang tidak punya undang-undang perfilman, tapi film nya maju,” ujarnya.
Bahkan, Deddy menegaskan, kehadiran UU Nomor 33/2009 tentang Perfilman merupakan kemunduran dunia perfilman dan semakin melemahkan lembaga perfilman Indonesia