Alasan Ekonomi, Anak SD di Bandung Jadi Pelacur

Oleh: Yuga Khalifatusalam

Foto net
Foto net

Jurnal Bandung –  Siapa yang menyangka jika di Bandung, ada siswi Sekolah Dasar (SD) yang menjajakan diri sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Kenyataan itu memang ada, seperti yang diungkapkan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Prasteyani.

Netty mengungkapkan, dia merasa miris setelah pihaknya mendapatkan informasi tersebut dari pihak Polrestabes Bandung.

“Bayangkan seorang anak siswa SD nyambi menjadi seorang PSK di sela-sela kegiatannya,” ungkap Netty kepada Jurnal Bandung di Gedung Sate Bandung, Kamis (23/7).

Menurut Netty, saat berdialog dengan Kapolrestabes Bandung Kombespol Angesta Romano Yoyol, anak tersebut beralasan, himpitan ekonomi lah yang membuatnya terjerembab pada dunia pelacuran.

“Dari dialog dengan Kapolres, anak itu meminta kami bertanya ke ibunya, berapa ibunya memberi uang saku setiap hari,” imbuh Netty.

Netty mengatakan, himpitan ekonomi memang menjadi alasan yang klasik.  Tapi, yang membuat Netty tak habis pikir, anak kelas 6 SD itu mencari tambahan uang sakunya dengan cara menjadi PSK.

Karenanya, kata Netty, fenomena ini harus dipahami, apakah memang karena faktor agamanya yang kurang diberikan oleh orang tua atau memang karena tarikan lingkungannya yang lebih kuat.

“Boleh jadi nilai-nilai lingkungan seperti tayangan yang ditayangkan televisi lebih kuat,” sebutnya.

Ditambahkan Netty, yang lebih membuat dirinya miris, anak SD tersebut sudah memiliki tukang ojek langganan dan nomor khusus untuk pelanggan yang akan menggunakan jasanya. Bahkan, saat tak ada pelanggan, anak itu juga melayani tukang ojeknya.

“Sekarang anaknya dikembalikan ke orang tuanya. Karena, ibunya gak mau anaknya dititipkan ke P2TP2A,” katanya.

Netty menerangkan, karena Sang Anak dikembalikan kepada orang tuanya, maka fungsi pendampingan harus dilakukan.

Jadi, harus ada kesadaran masyarakat untuk saling mengawasi dan mencegah agar kasus seperti itu tidak terulang kembali.

“Kalau ada indikasi kekerasan masyarakat harus segera dilaporkan,” tegasnya.

Menurut Netty, P2TP2A sudah menjalin kerja sama dengan Polrestabes Bandung untuk menampung korban kekerasan pada anak. Sebab, mereka kesulitan mencari tempat untuk menitipkan korban.

“Jadi kalau ada korban di titipkan ke kami,” ucapnya.

Lebih lanjut Netty berharap, dalam memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli kemarin, pemangku kepentingan bisa memperhatikan berbagai masalah anak dengan sungguh-sungguh.

Sebab, dari sisi usia, anak termasuk kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan orang dewasa. Baik orang tua, institusi pendidikan, maupun masyarakat di sekitarnya.

“Dari sisi fisik, anak juga masuk kelompok yang lemah, jadi harus dapat perawatan dan perlindungan,” ujarnya.

Perlindungan pada anak, kata dia, akan menyelamatkan anak dari berbagai kekerasan. Dia berharap, semua masyarakat makin tersadarkan, apalagi dengan banyaknya kasus kekerasan yang menimpa anak di Indonesia.

“Tingkat penculikan yang ramai saat ini mudah-mudahan membuat para orang tua tersadarkan bahwa anak menjadi tanggung jawab ibu dan bapaknya,” tandas Netty.

Tinggalkan Balasan