Tuntut Kebijakan Pendidikan Pro Rakyat, Ratusan Mahasiswa Geruduk DPRD Jabar
Oleh: Yuga Khalifatusalam

Jurnal Bandung – Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei diwarnai aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa yang tergabug dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Jawa Barat.
Dalam unjuk rasa yang digelar di gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung itu, mereka menuntut pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap masyarakat kecil agar seluruh masyarakat Indonesia bisa mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah.
“Tuntutan pertama kami meminta Kemenristekdikti untuk serius mengurus pendidikan tinggi di Indonesia dan membuat kebijakan yang pro terhadap mahasiswa, agar setiap anak bangsa dapat mengakses pendidikan tinggi di Indonesia,” papar Koordinator Wilayah BEM SI Jabar M Guntur Purwanto di sela-sela aksi unjuk rasa, Senin (2/5).
Salah satunya, menurut Guntoro, pemerintah harus mereformasi skema pendanaan hibah dan subsidi perguruan tinggi, baik bagi perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta.
“Kami juga menuntut pemerintah untuk mengajukan usulan anggaran pendidikan tinggi dan bantuan operasional perguruan tinggi negeri yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan tinggi di Indonesia dan tidak mengajukan usulan anggaran di bawah jumlah anggaran tahun sebelumnya,” jelas Guntur.
Dalam aksinya, para mahasiswa ini juga menyoroti tentang surat edaran Dirjen Dikti Nomor 800/A.A1/KU/2016 tanggal 26 Februari 2016 yang di dalamnya terdapat imbauan agar PTN di Indonesia menaikan dan menambahkan level uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa angkatan 2016 dan menjadi landasan terkait kenaikan UKT di PTN.
“Surat edaran tersebut dijadikan bukti terkuat, sehingga PTN berlomba-lomba dalam menaikkan dana UKT guna menutupi anggaran pengeluaran universitas dikarenakan pada tahun 2016 ini ada pengurangan dana BPOTN untuk setiap universitas,” ungkapnya.
Terlebih, lanjut Guntur, dalam Permenristekdikti Nomor 22/2015 tentang UKT pada PTN Pasal 9, disebutkan bahwa PTN dapat memungut uang pangkal dan atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru, program sarjana, dan diploma.
“Hal ini menjadi tanda tanya besar terkait tanggung jawab pemerintah ketika mahasiswa tercekik dengan uang kuliah tinggi dan bagaimana pertanggungjawaban pemerintah ketika mahasiswa tercekik dengan uang kuliah yang tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi PTN di Indonesia kini cenderung mengomersialkan aset kampus guna memenuhi kebutuhan kampus, sehingga pihak kampus menarik uang lebih dari mahasiswa dengan alasan pembedahan sarana dan prasarana kampus.
Dalam aksinya, mereka juga membawa sebuah keranda mayat yang bertuliskan “Somasi #Kemenristekdikti” dan sejumlah poster bertuliskan “Hapuskan Liberalisasi Pendidikan”, “Hapus Komersialisasi Kampus”.